Tantangan untuk Penegakkan HAM
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menunjukan apresiasi masyarakat internasional atas keberhasilan proses demokrasi di Indonesia. Sejak reformasi, Indonesia telah aktif melakukan sejumlah langkah mengakomodasi HAM dalam perundang-undangan. Langkah selanjutnya adalah membuat UU tentang HAM. Dalam tujuh tahun terakhir, negeri kita juga aktif dalam sejumlah konvensi internasional tentang HAM (Republika, 11 Mei 2006).
Perlindungan dan penegakkan HAM merupakan upaya tanpa henti. Mustahil di dunia ini ada negara yang menegakkan HAM 100%. Karena tidak ada satu pun negara yang terbebas dari pelanggaran HAM. Selian itu, upaya menangani masalah pelanggaran HAM pun tak selamanya dilakukan dengan serius.
Perhatian Indonesia terhadap HAM memang relatif baru. Isu HAM mendapat perhatian sejak tahun 1990-an. Indonesia tidak hanya aktif di dalam negeri tetapi juga di tingkat internasional. Aktivitas Indonesia di dunia internasional memberi peluang untuk berbagi pengalaman dengan negara lain.
Terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB harus menjadi pemicu untuk lebih serius menegakkan HAM dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM. Malu rasanya kita sebagai anggota Dewan HAM tetapi banyak hak-hak dasar masyarakat yang belum terpenuhi. Perumahan, pendidikan dan kesehatan merupakan bagian dari HAM ekonomi, sosial, dan budaya.
Jika di negeri kita masih banyak warga negara yang kelaparan, tak punya tempat tinggal, buta huruf, kurang berarti status keanggotaan itu. Bagaimana mungkin kita bisa berjuang di tingkat internasional, kalau di negeri sendiri masih carut marut. Belum lagi penuntasan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang melibatkan pejabat negara. Tidak sedikit wajah-wajah pelanggar HAM di bumi Indonesia yang masih berkeliaran. Bahkan beberapa LSM-LSM menuntut untuk mengadili para pelanggar HAM.
Ironis sekali jika Menlu Hassan Wirajuda hanya bangga dengan dukungan negara-negara lain terhadap Indonesia untuk menjadi anggota Dewan HAM. Beliau jangan hanya hanyut karena keberhasilannya mendapat dukungan dari negara-negara lain. Indonesia mendapat dukungan 165 dari 191 suara negara anggota PBB. Perolehan suara tersebut merupakan yang terbesar kedua di antara calon dari grup Asia, setelah India yang memperoleh 173 suara.
Sejarah membuktikan, berapa banyak korban kekerasan politik semasa Orde Baru (Soeharto) berkuasa. Namun hingga kini sedikit atau bahkan tak ada yang tuntas, baik kasus Lampung, Tanjung Priok, maupun pembantaian terhadap orang-orang yang diduga terlibat PKI. Begitu pula kasus aktivis HAM Munir (alm) yang meninggal secara tidak wajar, yang hingga kini tak diketahui dalang pembunuhnya. Ironis sekali, seorang pejuang HAM meninggal karena “diakhiri” hak hidupnya.
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM bukan hanya sebagai prestasi, tetapi juga tantangan. Mampukah Indonesia melindungi warganya dari berbagai pelanggaran HAM? Jika tidak, kita akan “diperlukan” oleh diri sendiri di dunia internasional. Kita mendukung sepenuhnya keanggotaan Indonesia di Dewan HAM dan semoga segera terealisasi, khususnya di dalam negeri.(CMM/Firman).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar