Minggu, 07 November 2010

Cara memperjuangkan HAM melalui IT

CARA MEMPERJUANGKAN HAM MELALUI IT:
Bisa dilakukan dengan cara;
1. Menuliskan pendapat anda di jejaring social seperti Facebook.
2. Menuliskan artikel tentang” Pentingnya HAM untuk ditegakkan”melalui Blog pribadi anda.
3. Menyuarakan berbagai macam pendapat anda di forum diskusi yang ada di Internet.
4. Menuliskan berbagai macam informasi tentang HAM di Internet
5. Membentuk suatu forum diskusi yang membicarakan tentang HAM
6. Mendoromg semua orang untuk mengetahui pentingnya HAN untuk ditegakkan.
7. Memanfaatkan segala fasilitas yang ad di Internet untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ham
Demikianlah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperjuangkan HAM melalui
IT.Selain itu , kita juga harus selalu memperjuangkan HAM agar semua orang dapat mendapatkan hak yang sama.

Pentingnya pendidikan tentang HAM

Pentingnya Pendidikan Berbasis Hak Asasi Manusia
Oleh Benni Setiawan
Penulis Buku Agenda Pendidikan Nasional tinggal di Yogyakarta
ISU hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mulai mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat pascajatuhnya HM Soeharto dari kursi kepresidenan. Perbincangan mengenai HAM sering kali dikaitkan dengan rezim Orde Baru yang otoriter. Kasus-kasus yang dahulu menjadi agenda keberhasilan dalam menumpas gerakan separatis berubah menjadi persoalan serius di tengah masyarakat. Artinya, setiap penumpasan gerakan separatis selalu menyisakan persoalan pembunuhan, pembantaian, dan seterusnya yang sangat erat hubungannya dengan isu-isu HAM.
Ambil contoh, kasus Tanjung Priok, Tragedi-Lampung, Malapetaka Januari (Malari) 15 Januari 1974, penembakan aktivis di Trisakti dan Semanggi 1998, dan akhir-akhir ini pembunuhan aktivis HAM Munir. Ketika kasus-kasus tersebut diproses secara hukum, banyak kalangan yang "berpendapat bahwa sidang itu hanya formalitas. Aktor intelektual di balik aksi-aksi tersebut tetap dapat bernapas lega. Sebaliknya, eksekutor aksi meringkuk di balik jeruji besi.
Tulisan ini tidak akan membahas panjang lebar hal tersebut, tetapi hanya akan mengulas sedikit tentang pentingnya pendidikan berbasis HAM bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan terhadap hal itu adalah mendesak mengingat implikasi pelanggaran HAM akan merambah ke segala aspek kehidupan sosial, politik, hukum, hingga ekonomi sebuah bangsa.
HAM menurut Frans Magnis Suseno (1987) adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh manusia, bukan diberikan kepadanya oleh masyarakat, bukan berdasarkan hukum positif (hukum-hukum yang berlaku), melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Manusia memiliki HAM karena ia adalah manusia. Pengertian di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa dengan HAM, manusia dapat disebut dengan manusia. Sebaliknya, jika HAM telah hilang dan dikangkangi kepentingan orang atau sekelompok orang yang Iain, kemanusiaan manusia telah hilang.
Dalam konteks itu, pendidikan mengenai HAM sudah selayaknya diberikan kepada masyarakat. Artinya, masyarakat harus disadarkan bahwa ia mempunyai HAM sebagai bekal mereka hidup sejak dini. Dengan demikian, ketika hak-haknya direnggut dan bahkan diabaikan
oleh orang lain, ia dapat membela diri. Secara lebih spesifik, pendidikan berbasis HAM diharapkan akan membawa kesadaran baru di masyarakat tentang pentingnya menghargai setiap individu berdasarkan hak asasi bawaan masing-masing.
Pendidikan berbasis HAM Salah satu lembaga yang mempunyai kewenangan mengajarkan HAM kepada masyarakat adalah pendidikan. Pendidikan tidak hanya berarti sekolah, pesantren, perguruan tinggi, dan seterusnya. Pendidikan juga berbentuk lembaga seperti keluarga, masyarakat itu sendiri, dan pemerintah.
Pengenalan HAM semestinya telah ditanamkan sejak di dalam keluarga. Artinya, keluarga mempunyai kewenangan (baca tanggung jawab) lebih untuk menanamkan HAM pada diri anak. Anak (manusia) mempunyai hak untuk hidup. Artinya, ia adalah insan merdeka yang oleh karena itu, anak tidak boleh disakiti dan siksa. Kekerasan terhadap anak yang baru-baru ini kembali merebak merupakan salah satu bukti belum sadar-nya keluarga akan arti penting HAM. Anak juga mempunyai hak untuk berekspresi. Artinya, pengambilan keputusan yang dilakukan dalam keluarga seyogianya memedulikan dan menghormati pendapat anak.
Ambil contoh, dalam menentukan sekolah. Orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya untuk menentukan sekolah anaknya. Orang tua setidaknya memberikan beberapa alternatif sekolah untuk dipilih anaknya. Hal itu tentunya didasarkan oleh pertimbangan baik, buruk, atau manfaat bagi calon peserta didik. Anak diberi keluasan dan kebebasan untuk memilih calon sekolahnya. Dengan demikian, ia akan merasa nyaman dengan pilihan yang telah diputuskannya.
Sekolah sebagai lembaga kedua pembentukan karakteristik anak dan pengembangan potensi merupakan kelanjutan pengenalan HAM yang pertama. Ketika keluarga mendasarkan pendidikan HAM pada pola atau tingkah laku secara langsung, sekolah mengajarkan HAM pada taraf teori aplikatif. Artinya, tidak hanya teori-teori perkembangan, pengertian HAM, tetapi didukung oleh data atau contoh-contoh pelanggaran HAM.
Seorang guru setidaknya juga mempunyai kewajiban untuk mengembangkan atau menunjukkan iktikad yang baik untuk mendidik berbasis HAM. Misalnya, guru harus menjadi orang tua yang baik bagi peserta didik. Guru harus mau menerima kritik atau sanggahan dari peserta didik. Hal itu didasarkan pada beragamnya bacaan atau pengalaman peserta didik. Dalam pendekatan mengajar, sesekali guru patut mencoba metode andragogi dengan siswa diperlakukan sebagai orang dewasa agar mereka dapat lebih mudah memahami hak-hak orang lain.
Jika seorang guru hanya mampu membaca tiga teks buku dalam satu mata pelajaran, 40 siswa dalam sebuah kelas, misalnya, tentunya mempunyai bacaan beragam. Kemampuan untuk mencerna sebuah buku pelajaran pun akan sangat berbeda satu peserta didik dengan peserta didik lainnya. Hal itu mengakibatkan semakin beragamnya pendapat dan gagasan yang dilontarkan oleh peserta didik.
Dengan demikian, guru harus menempatkan dirinya sebagai seorang yang menimba ilmu dari muridnya. Keadaan demikian akan menjadikan suasana kelas yang menyenangkan. Guru dan murid saling belajar. Tidak ada yang pandai dan bodoh di antara mereka. Yang ada hanyalah saling tukar pengalaman dan pandangan. Pendekatan andragogi dalam memperkenalkan
pendidikan berbasis HAM adalah keniscayaan. Dengan pendekatan ini baik guru maupun siswa dapat menjadi anutan untuk tiap kasus pelanggaran HAM yang dapat dielaborasi serta diinte-grasi ke dalam tiap mata ajar yang diampu oleh guru. Karena itu, tidak ada salahnya jika sekolah mencoba melakukan uji coba pendidikan berbasis HAM di sekolah masing-masing.
Selanjutnya adalah pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat juga mempunyai kewajiban untuk mendidik. Artinya, ia adalah bagian yang tak terpisahkan dari mata rantai pendidikan. Anak belajar dengan orang tua, sekolah, dan akhirnya kembali kepada masyarakat.
Gara masyarakat mendidik adalah dengan sikap. Misalnya, dalam sebuah masyarakat ada larangan untuk merokok atau anak kecil dilarang merokok. Masyarakat pun juga tidak diperkenankan untuk merokok di depan anak kecil.
Demikian pula di tempat-tempat umum. Seorang perokok harus menghormati hak orang lain yang tidak merokok. Maka, tepat apa yang telah diusahakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Pemkot Surabaya, Pemprov Jawa Timur, dan Pemprov DI Yogyakarta. Adanya peraturan larangan merokok di tempat umum adalah bukti adanya kesadaran masyarakat untuk menghormati hak seseorang untuk sehat dan menghirup udara segar.
Terakhir adalah peran serta pemerintah. Sebagaimana telah diungkapkan, pemerintah mempunyai tanggung jawab menjaga (baca menegakkan HAM). Kementerian Pendidikan Nasional, dalam hal ini, sudah seyogianya merumuskan pendidikan berbasis HAM untuk diajarkan di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lain. Sebagai bekal pengenalan HAM secara teoretis sejak dini.
Selain Kemendiknas, lembaga-lembaga lain juga harus menjamin kebebasan berekspresi dan berpendapat. Penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung usai adalah tanda kurang adanya iktikad baik dari pemerintah untuk mengajarkan atau mendidik bangsa berbasis HAM. Karena itu, kebijakan untuk menempatkan pola dan pendekatan pendidikan berbasis HAM di sekolah akan merupakan salah satu keputusan strategis yang perlu direalisasikan.
Pendidikan berbasis HAM pada dasarnya adalah usaha nyata semua pihak guna mewujudkan kehidupan yang seimbang (baca harmonis) antara hak dan kewajiban. Hal itu disebabkan ketimpangan antara hak dan kewajiban akan berakibatkan terjadinya disintegrasi bangsa, yang implikasinya sangat tidak baik bagi proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Entitas terkaitAktor | Ambil | DKI | Gara | Guru | HAM | Indonesia | ISU | Kebutuhan | Kekerasan | Kemampuan | Manusia | Masyarakat | Pemkot | Penanganan | Pendekatan | Pendidikan | Pengertian | Perbincangan | Sebagaimana | Sekolah | Selanjutnya | Semanggi | Tanjung | Terakhir | Trisakti | Tulisan | Yogyakarta | HAM Salah | HM Soeharto | Kementerian Pendidikan | Malapetaka Januari | Orde Baru | Pemerintah Provinsi | Pemprov DI | Pemprov Jawa | Pengenalan HAM | Frans Magnis Suseno | Oleh Benni Setiawan | Penulis Buku Agenda Pendidikan Nasional | Pentingnya Pendidikan Berbasis Hak Asasi Manusia | Ringkasan Artikel Ini
Oleh Benni Setiawan Penulis Buku Agenda Pendidikan Nasional tinggal di Yogyakarta ISU hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mulai mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat pascajatuhnya HM Soeharto dari kursi kepresidenan. HAM menurut Frans Magnis Suseno (1987) adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh manusia, bukan diberikan kepadanya oleh masyarakat, bukan berdasarkan hukum positif (hukum-hukum yang berlaku), melainkan berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Pendidikan berbasis HAM Salah satu lembaga yang mempunyai kewenangan mengajarkan HAM kepada masyarakat adalah pendidikan. Ketika keluarga mendasarkan pendidikan HAM pada pola atau tingkah laku secara langsung, sekolah mengajarkan HAM pada taraf teori aplikatif. Dengan pendekatan ini baik guru maupun siswa dapat menjadi anutan untuk tiap kasus pelanggaran HAM yang dapat dielaborasi serta diinte-grasi ke dalam tiap mata ajar yang diampu oleh guru. Kementerian Pendidikan Nasional, dalam hal ini, sudah seyogianya merumuskan pendidikan berbasis HAM untuk diajarkan di sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan lain. Penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung usai adalah tanda kurang adanya iktikad baik dari pemerintah untuk mengajarkan atau mendidik bangsa berbasis HAM. Karena itu, kebijakan untuk menempatkan pola dan pendekatan pendidikan berbasis HAM di sekolah akan merupakan salah satu keputusan strategis yang perlu direalisasikan. Pendidikan berbasis HAM pada dasarnya adalah usaha nyata semua pihak guna mewujudkan kehidupan yang seimbang (baca harmonis) antara hak dan kewajiban.

Upaya pencegahan pelanggaran HAM

Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.

Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.

Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural, infromental, dan kultural mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. Kemudian, perlu juga dilakukan penyelesaian terhadap berbagai konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.

Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi orang dewasa. Anak-anak harus diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak harus mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan mereka berkembang secara normal dan baik. Untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan perlindungan hak asasi anak.

Selain hal-hal tersebut, perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan nilai-nilai HAM, perlu diintensifkan pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan dengan, antara lain, pemuatan HAM dalam kurikulum pendidikan umum, dalam pelatihan pegawai dan aparat penegak hukum, dan pada pelatihan kalangan profesi hukum.

Mengingat bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari rezim otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban seluruh bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang memungkinkan para korban pelanggaran HAM di masa lalu dapat memperoleh keadilannya secara realistis.

Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh negara (pemerintah), tetapi juga oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu terhadap kelompok, golongan, atau individu lainnya. Selama ini perhatian lebih banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara, sedangkan pelanggaran HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih banyak, tetapi kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang mampu menjamin dihormatinya HAM di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
3. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
4. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.

Penutup

Tuntutan untuk menegakkan HAM sudah sedemikian kuat, baik dari dalam negeri maupun melalui tekanan dunia internasional, namun masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Untuk itu perlu adanya dukungan dari semua pihak, seperti masyarakat, politisi, akademisi, tokoh masyarakat, dan pers, agar upaya penegakan HAM bergerak ke arah positif sesuai harapan kita bersama.

Penghormatan dan penegakan terhadap HAM merupakan suatu keharusan dan tidak perlu ada tekanan dari pihak manapun untuk melaksanakannya. Pembangunan bangsa dan negara pada dasarnya juga ditujukan untuk memenuhi hak-hak asasi warga negaranya. Diperlukan niat dan kemauan yang serius dari pemerintah, aparat penegak hukum, dan para elite politik agar penegakan HAM berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan memastikan bahwa hak asasi warga negaranya dapat terwujud dan terpenuhi dengan baik. Dan sudah menjadi kewajiban bersama segenap komponen bangsa untuk mencegah agar pelanggaran HAM di masa lalu tidak terulang kembali di masa kini dan masa yang akan datang.

Upaya penegakan HAM di Indonesia

Upaya Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pendahuluan

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

Konsep hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada diri manusia sebagai hak yang harus dihormati dan dilindungi, pada awalnya tumbuh pada tataran nasional di Inggris, Amerika Serikat (AS), dan Perancis pada abad ke-17 dan 18. Hal itu terbukti dengan dikeluarkannya Bill of Rights pada tahun 1689 di Inggris, Virginia Declaration of Rights dan Declaration of Independence pada tahun 1776 di AS, Déclaration des Droits de l’Homme et du Citoyen pada tahun 1789 di Perancis, dan Bill of Rights pada tahun 1791 di AS. Instrumen-instrumen nasional ini menetapkan pokok-pokok yang sekarang dikenal sebagai human rights (hak asasi manusia).

Pada abad ke-19 dan dasawarsa awal abad ke-20, konsep hak asasi manusia (HAM) mulai berkembang di tataran internasional. Konsep ini sudah mulai dianut oleh komunitas bangsa-bangsa dalam melakukan hubungan di antara mereka. Upaya komunitas internasional untuk memantapkan pengakuan dan penghormatan HAM mencapai kulminasinya pada tanggal 10 Desember 1948 dengan diterima dan diproklamasikannya Universal Declaration of Human Rights (UDHR). Deklarasi ini menetapkan hak dan kebebasan setiap orang yang harus diakui dan dihormati serta kewajiban setiap orang untuk dipenuhi.

Walaupun terlambat, lima puluh tahun setelah PBB memproklamasikan UDHR, lahirnya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan tonggak sejarah yang strategis dalam bidang HAM di Indonesia. Tenggang waktu setengah abad yang dirasa cukup lama menunjukkan bahwa betapa rumitnya bangsa ini dalam mengadopsi dan menyesuaikan nilai-nilai universal dengan nilai-nilai mengenai HAM yang sudah dianut.

Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993 mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan di Indonesia, terbukti dengan banyaknya laporan dari masyarakat kepada Komnas HAM sehubungan banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi selama ini. Hal ini di satu sisi menunjukkan betapa besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap penegakan HAM, namun di sisi lain menunjukkan pula betapa prihatinnya bangsa Indonesia terhadap pelanggaran HAM yang selama ini terjadi di negeri ini.

Makna dan Implementasi Hak Asasi Manusia di Indonesia

Dalam sejarahnya, bangsa Indonesia terlahir dari suatu bangsa yang terjajah selama 350 tahun yang penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan. Oleh karenanya, bangsa Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sangat menentang segala bentuk penjajahan di atas dunia sebagai implementasi penghormatan terhadap HAM. Dalam batang tubuh UUD 1945 juga dimuat beberapa pasal sebagai implementasi HAM. Kemudian, UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949 dan UUDS 1950 memuat secara rinci ketentuan-ketentuan tentang HAM.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dengan Tap MPRS No. XIV/1966 membentuk panitia ad hoc untuk menyiapkan rancangan piagam HAM dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Pada Sidang Umum MPRS tahun 1968, rancangan itu tidak dibahas dengan maksud agar rancangan tersebut dibahas oleh MPR hasil Pemilu. Dalam beberapa kali sidang MPR pada era Orde Baru, tidak pernah diadakan pembahasan mengenai rancangan tersebut. Akhirnya, atas desakan dan tuntutan berbagai lapisan masyarakat, pada Sidang Istimewa MPR bulan November 1998 dihasilkan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang kemudian diikuti dengan dibuatnya beberapa peraturan perundang-undangan mengenai HAM. Hal ini dipandang sebagai kemajuan dalam upaya penegakan HAM di Indonesia di tengah keprihatinan atas terjadinya berbagai macam pelanggaran HAM di negeri tercinta ini.

Tipologi dan Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pendekatan pembangunan yang mengutamakan security approach (pendekatan keamanan) dapat menjadi penyebab terjadinya pelanggaran HAM oleh pemerintah. Selama lebih kurang tiga puluh dua tahun Orde Baru berkuasa, security approach ditempuh oleh pemerintah sebagai kunci untuk menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi terwujudnya pertumbulan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran HAM oleh pemerintah karena stabilitas ditegakkan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.

Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan pada masa Orde Baru, dengan pemusatan kekuasaan pada pemerintah pusat notabene pada figur seorang presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat. Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini juga mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran HAM oleh negara dan pematian kreativitas warga negara serta pengekangan hak politik warga negara selaku pemilik kedaulatan. Adanya sentralisasi kekuasaan ini dilakukan pula dengan tujuan untuk melanggengkan kedaulatan sang pemegang kekuasaan itu.

Kualitas pelayanan publik yang masih rendah, sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang, akuntabilitas, penegakan hukum yang berkeadilan, dan demokratisasi, serta belum berubahnya paradigma aparat pemerintah yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat, bukan sebagai pelayan masyarakat, menghasilkan pelayanan publik yang buruk dan cenderung turut menimbulkan pelanggaran HAM.

Konflik horizontal dan konflik vertikal telah melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM baik oleh sesama kelompok masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat, seperti pembunuhan, penganiayaan, penculikan, pemerkosaan, pengusiran, hilangnya mata pencaharian, dan hilangnya rasa aman.

Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan dan anak pun masih sering terjadi. Begitu pula pelanggaran HAM yang disebabkan oleh isu-isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Berbagai instrumen yang terdapat di Indonesia belum mampu untuk melindungi warga negaranya dari pelanggaran HAM meskipun PBB telah mendeklarasikan HAM yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak atas kebebasan dan martabat yang sama tanpa membedakan ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin.

Sebagai akibat dari belum terlaksananya supremasi hukum di Indonesia, lumrah terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dalam bentuk perbedaan perlakuan di hadapan hukum, menjauhnya rasa keadilan, dan perbuatan main hakim sendiri akibat ketidakpercayaan kepada perangkat hukum.

Pengakuan dan Upaya Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Meskipun Republik Indonesia lahir sebelum diproklamirkannya UDHR, beberapa hak asasi dan kebebasan fundamental yang sangat penting sebenarnya sudah ada dan diakui dalam UUD 1945, baik hak rakyat maupun hak individu, namun pelaksanaan hak-hak individu tidak berlangsung sebagaimana mestinya karena bangsa Indonesia sedang berada dalam konflik bersenjata dengan Belanda. Pada masa RIS (27 Desember 1949-15 Agustus 1950), pengakuan dan penghormatan HAM, setidaknya secara legal formal, sangat maju dengan dicantumkannya tidak kurang dari tiga puluh lima pasal dalam UUD RIS 1949. Akan tetapi, singkatnya masa depan RIS tersebut tidak memungkinkan untuk melaksanakan upaya penegakan HAM secara menyeluruh.

Kemajuan yang sama, secara konstitusional juga berlangsung sekembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan dan berlakunya UUDS 1950 dengan dicantumkannya tiga puluh delapan pasal di dalamnya. Pada masa berlakunya UUDS 1950 tersebut, penghormatan atas HAM dapat dikatakan cukup baik. Patut diingat bahwa pada masa itu, perhatian bangsa terhadap masalah HAM masih belum terlalu besar. Di masa itu, Indonesia menyatakan meneruskan berlakunya beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labor Organization/ILO) yang telah diberlakukan pada masa Hindia Belanda oleh Belanda dan mengesahkan Konvensi Hak Politik Perempuan pada tahun 1952.

Sejak berlakunya kembali UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dalam penegakan HAM. Sampai tahun 1966, kemunduran itu terutama berlangsung dalam hal yang menyangkut kebebasan mengeluarkan pendapat. Kemudian pada masa Orde Baru lebih parah lagi, Indonesia mengalami kemunduran dalam penikmatan HAM di semua bidang yang diakui oleh UUD 1945. Di tataran internasional, selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, Indonesia mengesahkan tidak lebih dari dua instrumen internasional mengenai HAM, yakni Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (1979) dan Konvensi tentang Hak Anak (1989).

Pada tahun 1993 memang dibentuk Komnas HAM berdasarkan Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993, yang bertujuan untuk membantu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan meningkatkan perlindungan HAM “guna mendukung tujuan pembangunan nasional”. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga mandiri yang memiliki kedudukan setingkat dengan lembaga negara lainnya dan berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi HAM. Meskipun Komnas HAM yang dibentuk itu dinyatakan bersifat mandiri karena para anggotanya diangkat secara langsung oleh presiden, besarnya kekuasaan presiden secara de facto dalam kehidupan bangsa dan negara serta kondisi obyektif bangsa yang berada di bawah rezim yang otoriter dan represif, pembentukan Komnas HAM menjadi tidak terlalu berarti karena pelanggaran HAM masih terjadi di mana-mana.

Sejak runtuhnya rezim otoriter dan represif Orde Baru, gerakan penghormatan dan penegakan HAM, yang sebelumnya merupakan gerakan arus bawah, muncul ke permukaan dan bergerak secara terbuka. Gerakan ini memperoleh impetus dengan diterimanya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Pembuatan peraturan perundang-undangan sebagai “perangkat lunak” berlanjut dengan diundang-undangkannya UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM yang memungkinkannya dibentuk pengadilan HAM ad hoc guna mengadili pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum UU tersebut dibuat.

Pada masa itu dikenal transitional justice, yang di Indonesia tampak disepakati sebagai keadilan dalam masa transisi, bukan hanya berkenaan dengan criminal justice (keadilan kriminal), melainkan juga bidang-bidang keadilan yang lain seperti constitutional justice (keadilan konstitusional), administrative justice (keadilan administratif), political justice (keadilan politik), economic justice (keadilan ekonomi), social justice (keadilan sosial), dan bahkan historical justice (keadilan sejarah). Meskipun demikian, perhatian lebih umum lebih banyak tertuju pada transitional criminal justice karena memang merupakan salah satu aspek transitional justice yang berdampak langsung pada dan menyangkut kepentingan dasar baik dari pihak korban maupun dari pihak pelaku pelanggaran HAM tersebut. Di samping itu, bentuk penegakan transitional criminal justice merupakan elemen yang sangat menentukan kualitas demokrasi yang pada kenyataannya sedang diupayakan.

Upaya penegakan transitional criminal justice umumnya dilakukan melalui dua jalur sekaligus, yaitu jalur yudisial (melalui proses pengadilan) dan jalur ekstrayudisial (di luar proses pengadilan). Jalur yudisial terbagi lagi menjadi dua, yaitu Pengadilan HAM dan Pengadilan HAM Ad Hoc. Pengadilan HAM ditujukan untuk pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah diundangkannya UU No. 26 tahun 2000, sedangkan Pengadilan HAM Ad Hoc diberlakukan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum disahkannya UU No. 26 tahun 2000.

Sedangkan jalur ekstrayudisial melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional (KKRN) ditempuh untuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau dan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000. Upaya penyelesaian melalui jalur demikian haruslah berorientasi pada kepentingan korban dan bentuk penyelesaiannya dapat menunjang proses demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta merupakan upaya penciptaan kehidupan Indonesia yang demokratis dengan ciri-ciri utamanya yang berupa berlakunya kekuasaan hukum dan dihormatinya hak asasi dan kebebasan fundamental.

Tantangan untuk penegakan HAM

Tantangan untuk Penegakkan HAM
Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan, terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB menunjukan apresiasi masyarakat internasional atas keberhasilan proses demokrasi di Indonesia. Sejak reformasi, Indonesia telah aktif melakukan sejumlah langkah mengakomodasi HAM dalam perundang-undangan. Langkah selanjutnya adalah membuat UU tentang HAM. Dalam tujuh tahun terakhir, negeri kita juga aktif dalam sejumlah konvensi internasional tentang HAM (Republika, 11 Mei 2006).
Perlindungan dan penegakkan HAM merupakan upaya tanpa henti. Mustahil di dunia ini ada negara yang menegakkan HAM 100%. Karena tidak ada satu pun negara yang terbebas dari pelanggaran HAM. Selian itu, upaya menangani masalah pelanggaran HAM pun tak selamanya dilakukan dengan serius.
Perhatian Indonesia terhadap HAM memang relatif baru. Isu HAM mendapat perhatian sejak tahun 1990-an. Indonesia tidak hanya aktif di dalam negeri tetapi juga di tingkat internasional. Aktivitas Indonesia di dunia internasional memberi peluang untuk berbagi pengalaman dengan negara lain.
Terpilihnya Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB harus menjadi pemicu untuk lebih serius menegakkan HAM dan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM. Malu rasanya kita sebagai anggota Dewan HAM tetapi banyak hak-hak dasar masyarakat yang belum terpenuhi. Perumahan, pendidikan dan kesehatan merupakan bagian dari HAM ekonomi, sosial, dan budaya.
Jika di negeri kita masih banyak warga negara yang kelaparan, tak punya tempat tinggal, buta huruf, kurang berarti status keanggotaan itu. Bagaimana mungkin kita bisa berjuang di tingkat internasional, kalau di negeri sendiri masih carut marut. Belum lagi penuntasan sejumlah kasus pelanggaran HAM yang melibatkan pejabat negara. Tidak sedikit wajah-wajah pelanggar HAM di bumi Indonesia yang masih berkeliaran. Bahkan beberapa LSM-LSM menuntut untuk mengadili para pelanggar HAM.
Ironis sekali jika Menlu Hassan Wirajuda hanya bangga dengan dukungan negara-negara lain terhadap Indonesia untuk menjadi anggota Dewan HAM. Beliau jangan hanya hanyut karena keberhasilannya mendapat dukungan dari negara-negara lain. Indonesia mendapat dukungan 165 dari 191 suara negara anggota PBB. Perolehan suara tersebut merupakan yang terbesar kedua di antara calon dari grup Asia, setelah India yang memperoleh 173 suara.
Sejarah membuktikan, berapa banyak korban kekerasan politik semasa Orde Baru (Soeharto) berkuasa. Namun hingga kini sedikit atau bahkan tak ada yang tuntas, baik kasus Lampung, Tanjung Priok, maupun pembantaian terhadap orang-orang yang diduga terlibat PKI. Begitu pula kasus aktivis HAM Munir (alm) yang meninggal secara tidak wajar, yang hingga kini tak diketahui dalang pembunuhnya. Ironis sekali, seorang pejuang HAM meninggal karena “diakhiri” hak hidupnya.
Terpilihnya Indonesia sebagai anggota Dewan HAM bukan hanya sebagai prestasi, tetapi juga tantangan. Mampukah Indonesia melindungi warganya dari berbagai pelanggaran HAM? Jika tidak, kita akan “diperlukan” oleh diri sendiri di dunia internasional. Kita mendukung sepenuhnya keanggotaan Indonesia di Dewan HAM dan semoga segera terealisasi, khususnya di dalam negeri.(CMM/Firman).

Undang-undang HAM di Indonesia

Pasal 75
Komnas HAM bertujuan :
a. Pengembangkan kondisi yang konduktif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang dasar 1945 dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan
b. Meningkatkan perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia guna perkembangan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Pasal 76
(1) Untuk mencapai tujuannya Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hakasasi manusia.
(2) Komnas HAM beranggotakan tokoh masyarakat yang profesional, berdedikasi dan berintegrasi tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi mannusia dan kewajiban dasar manusia.
(3) Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
(4) Perwakilan Komnas HAM dapat didirikan di daerah.
Pasal 77
Komnas HAM berdasarkan Pancasila.
Pasal 78
(1) Komnas HAM mempunyai kelengkapan yang terdiri dari:
a. sidang paripurna, dan
b. sub komisi
(2) Komnas HAM mempunyai sebuah Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.
Pasal 79
(1) Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi Komnas HAM.
(2) Sidang Paripurna terdiri dari seluruh anggota Komnas HAM.
(3) Sidang Paripurna menetapkan Peraturan tata tertib, program kerja, dan mekanisme program kerja Komnas HAM.
Pasal 80
(1) Pelaksanaan kegiatan Komnas HAM dilakukan oleh Subkomisi.
(2) Ketentuan mengenai Subkomidi diatur dalam Peraturan tata tertib Komnas HAM.
Pasal 81
(1) Sekretariat Jenderal memberikan pelayanan administratif bagi pelaksanaa kegiatan Komnas HAM.
(2) Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal dengan dibantu oleh unit kerja dalam bentuk biro-biro.
(3) Sekretaris Jenderal di jabat oleh seorang pegawai negeri yang bukan anggota Komnas HAM.
(4) Sekretaris Jenderal diusulkan oleh Sidang Paripurna dan ditetapkan oleh Keputusan Presiden.
(5) Kedudukan , tugas, tanggung jawab, dan susunan organisasi Sekretariat Jenderal ditetapkan dengsn Keputusan Presiden.
Pasal 82
Ketentuan mengenai Sidang Paripurna dan Sub Komisi ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan tata tertib Komnas HAM.
Pasal 83
(1) Anggota Komnas HAM berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesiaberdasarkan usulan Komnas HAM dan diresmikan Presiden selaku Kepala Negara.
(2) Komnas HAM dipimpin oleh seorang Ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua.
(3) Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dipilih oleh dan dari Anggota.
(4) Masa jabatan keanggotan Komnas HAM selama 5 (lima) tahun dan setelah berakhir dapat diangkat kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 84
Yang dapat diangkat menjadi anggota Komnas HAM adalah Warga Negara Indonesia yang:
a. memiliki pengalaman dalam upaya memajukan dan melindungi orang atau kelompok yang dilanggar hak asasi manusianya;
b. berpengalaman sebagai hakim, jaksa, polisi, pengacara, atau pengemban profesi hukum lainnya;
c. berpengalaman di bidang legislatif, eksekutif, eksekutif, dan lembaga tinggi Negara; atau
d. merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga swadaya masyarakat, dan kalangan perguruan tinggi.
Pasal 85
(1) Pemberhentian Komnas HAM dilakukan berdasarkan keputusan Sidang Paripurna dan diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Anggota Komnas HAM berhenti antar waktu sebagai anggota karena:
a. meninggal dunia;
b. atas permintaan sendiri;
c. sakit jasmani atau rohani yang mengakibatkan anggota tidak dapat menjalankan tugas selama 1 tahun secara terus menerus.
d. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan; atau
e. melakukan perbuatan tercela atau hal-hal lain yang terputus oleh sidang Paripurna karena mencemarkan martabat dan reputasi; dan atau mengurangi kemandirian dan kredibilitas dalam Komnas HAM.
Pasal 86
Ketentuan mengenal tata cara pemilihan, pengangkatan, serta pemberhentian anggota dan Pimpinan Komnas HAM ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 87
(1) Setiap anggota Komnas HAM berkewajiban :
a. menaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan keputusan Komnas HAM ;
b. partisipasi secara aktif dan sungguh-sungguh untuk tercapainya tujuan Komnas HAM; dan
c. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan rahasia Komnas HAM yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota.
(2) Setiap anggota Komnas HAM berhak :
a. menyampaikan usulan dan pendapat kepada Sidang Paripurna dan Subkomisi
b. memberikan suara dalam pengambilan keputusan Sidang Paripurna dan Subkomisi ;
c. mengajukan dan memilih Ketua dan Wakil Ketua Komnas HAM dalam Sidang Paripurna, dan
d. mengajukan bakal calon Anggota Komnas HAM dalam Sidang Paripurna untuk pergantian periodik dan antarwaktu.
Pasal 88
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban dan hak anggota Komnas HAM serta tata cara pelaksanaannya ditetapkan dengan peraturan tata tertib Komnas HAM.
Pasal 89
(1) Untuk melaksanakn fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian sebagaimana dimaksud dalam pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi;
b. pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia;
c. penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;
d. studi kepustakan, studi lapangan, studi banding, di negara lain mengenai hak asasi manusia;
e. pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakkan dan pemajuan hak asasi manusia; dan
f. kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
(2) Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia;
b. upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non-formal serta berbagai kalangan lainnya, dan
c. kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik ditingkat nasional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
(3) Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut;
b. penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia;
c. pemanggilam terhadap pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya;
d. pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan;
e. peninjauan ditempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu;
f. pemanggilan terrhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan ;
g. pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan; dan
h. pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses pengadilan, bila mana dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
(4) Untuk melaksankan fungsi Komnas HAM dalam mediasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 76, Komnas HAM bertugas dan berwenang melakukan :
a. perdamaian kedua belah pihak;
b. penyelesaian perkara melalui cara i konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
c. pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d. penyampaian rekomendasia atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Pasal 90
(1) Setiap orang dan atau sekelompok orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar dapat mengajukan laporan dan pengaduan lisan atau tertulis pada Komnas HAM.
(2) Pengaduan hanya dapat pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan.
(3) Dalam hal pengaduan dilakukan oleh orang lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM.
(4) Pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), meliputi pula pengaduan melalui perwakilan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh kelompok masyarakat.
Pasal 91
(1) Pemeriksaan atas pengaduan kepada Komnas HAM tidak dilakukan atau dihentikan apabila:
a. tidak memiliki bukti awal yang memadai;
b. materi pengaduan bukan masalah pelanggaran hak asasi manusia;
c. pengaduan diadukan dengan itikad buruk atau ternyata tidak ada kesungguhan dari pengadu; atau
d. terdapat upaya hukum yang lebih efektif bagi penyelesaian materi pengaduan; atau
e. sedang berlangsung penyelesaian melalui upaya hukum yang tersedia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Mekanisme pelaksanaan untuk kewenangan untuk tidak melakukan atau menghentikan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.
Pasal 92
(1) Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu guna melindungi kepentingan dan hak asasi manusia yang bersangkutan atau terwujud penyelesaian terhadap masalah yang ada, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan identitas pengadu, dan memberi keterangan atau bukti lainnya serta pihak yang terkait dengan materi aduan atau pemantauan.
(2) Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan atau membatasi penyebarluasan suatu keterangan atau bukti lain yang diperoleh Komnas HAM, yang berkaitan dengan materi pengaduan atau pemantauan.
(3) Penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat :
a. membahayakan keselamatan dan keamanan negara;
b. membahayaka keselamatan dan ketertiban umum;
c. membahayakan keselamatan perorangan;
d. mencemarkan nama baik perorangan;
e. membocorkan rahasia negara dan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan Keputusan Pemerintah;
f. membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan suatu perkara pidana;
g. menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, atau
h. membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang.
Pasal 93
Pemeriksaan pelanggaran hak asasi manusia dilakukan secara tertutup, kecuali ditentukan lain oleh Komnas HAM.
Pasal 94
(1) Pihak pengadu, korban, saksi, dan atau pihak lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 ayat (3) huruf c dan d, wajib memenuhi permintaan Komnas HAM.
(2) Apabila kewajiban yang dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi oleh pihak yang bersangkutan, maka bagi mereka berlaku ketentuan pasal 95.
Pasal 95
Apabila seseorang yang dipanggil tidak datang menghadap atau menolak memberikan keterangannya, Komnas HAM dapat meminta bantuan Ketua Pengadilan untuk memenuhi panggilan secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perungang-undangan.
Pasal 96
(1) Penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 ayat (4) huruf a dan b, dilakukan oleh Komnas HAM yang ditunjuk sebagai mediator.
(2) Penyelesaian yang dicapai sebagaimana dimaksud ayat (1), berupa kesepakatan secara tertulis dan ditanda tangani oleh para pihak dan dikukuhkan oleh mediator.
(3) Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan keputusan mediasi yang mengikat secara hukum dan berlaku sebagai alat bukti yang sah.
(4) Apabila keputusan mediasi tidak dilaksanakan oleh para pihak dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan tersebut, maka pihak lainnya dapat meminta pada Pengadilan Negeri setempat agar keputusan tersebut dinyatakan dapat dilaksanakan dengan pembubuhan kalimat "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
(5) Pengadilan tidak dapat menolak permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).
Pasal 97
Komnas HAM wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan, fungsi, tugas, wewenangnya serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang ditanganinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden dengan tembusan Mahkamah Agung.
Pasal 98
Anggaran Komnas HAM dibebankan kepada anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 99
Ketentuan dan tata cara pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang serta kegiatan Komnas HAM diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib Komnas HAM.

Kategori pelanggaran HAM

Kategori:Pelanggaran HAM
Subkategori
Kategori ini memiliki 7 subkategori berikut, dari total 7.
G
• [+] Genosida (1)
K
• [+] Kejahatan perang (1)
• [+] Kejahatan terhadap kemanusiaan (3)
O
• [×] Orang hilang di Indonesia (0)
P
• [+] Penyiksaan (1)
• [+] Perbudakan (1)

Sejarah HAM

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA

Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
Sebelum dibahas lebih mendalam mengenai hak asasi manusia di Indonesia, terlebih dahulu kita membahas sekelumit sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia. Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.
1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :
MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi berikut :
Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.
PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.

HOBEAS CORPUS ACT
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
BILL OF RIGHTS
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .
Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok dan mendasar.
4. Hak Asasi Manusia di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793 dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire, serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.

5. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang mempunyai Hak :
Hidup
Kemerdekaan dan keamanan badan
Diakui kepribadiannya
Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
Mendapatkan asylum
Mendapatkan suatu kebangsaan
Mendapatkan hak milik atas benda
Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
Bebas memeluk agama
Mengeluarkan pendapat
Berapat dan berkumpul
Mendapat jaminan sosial
Mendapatkan pekerjaan
Berdagang
Mendapatkan pendidikan
Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban menerapkannya.

6. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia,yakni:
Undang – Undang Dasar 1945
Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi sebagai berikut :
Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan ( rights of legal equality).
Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.

Pengertian, Macam , dan Jenis HAM

Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia / HAM yang Berlaku Umum Global - Pelajaran Ilmu PPKN / PMP Indonesia
Pengertian dan Definisi HAM :
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat

Contoh HAM

Contoh hak asasi manusia (HAM):
• Hak untuk hidup.
• Hak untuk memperoleh pendidikan.
• Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
• Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
• Hak untuk mendapatkan pekerjaan

Pengertian HAM

Hak asasi manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1